Pulau Mendanau, sebuah pulau kecil di Kecamatan Selat Nasik, Kabupaten Belitung, memiliki kekayaan budaya yang unik dan khas. Salah satu bentuk kesenian tradisional yang terkenal dari pulau ini adalah Keruncong Stambul Fajar. Suherman, yang dikenal dengan nama panggung Jabink, merupakan salah satu pegiat seni ini. Jabink telah menekuni kesenian sejak masa remaja dan mulai terlibat dalam Keruncong Stambul Fajar karena ketertarikannya pada budaya lokal dan dorongan dari sang maestro, Kek Mat. Selain aktif sebagai seniman, Jabink juga terlibat dalam kegiatan masyarakat di Desa Suak Gual, seperti mengajar generasi muda tentang musik tradisional. Beliau tinggal di Desa Suak Gual dan tergabung dalam grup Pengekar Campo, yang masih melestarikan seni Keruncong Stambul Fajar. Jabink juga dikenal sebagai sosok yang giat mengajak pemuda setempat untuk mengenal lebih jauh seni ini, sehingga regenerasi tetap berjalan.
Asal usul dan keunikan Keruncong Stambul Fajar Keruncong Stambul Fajar adalah bentuk kesenian yang dimainkan mulai tengah malam hingga menjelang fajar. Nama “Stambul Fajar” berasal dari tradisi masyarakat setempat yang menyediakan tambul atau kudapan selama pertunjukan berlangsung. Kudapan seperti pisang goreng, ubi rebus, dan kacang rebus menjadi bagian tak terpisahkan dari acara tersebut. Bubor Timbok, sejenis bubur khas, menjadi penanda berakhirnya pertunjukan, yang biasanya disajikan pada pukul empat atau lima pagi.
![]() |
![]() |
Gambar 1: Grup Pengekar Campo Desa Suak Gual sedang memainkan lagu Keruncong Stambul Fajar | Gambar 2: Grup Pengekar Campo Desa Suak Gual mengisi acara di Bandar Udara H.AS Hanadjoedin |
Keunikan Keruncong Stambul Fajar terletak pada gaya musiknya yang berbeda dari keroncong pada umumnya. Meskipun keroncong identik dengan budaya Jawa, di Pulau Mendanau, musik ini berkembang dengan nuansa Melayu yang kental. Lirik-liriknya disampaikan dalam bentuk pantun berbalas, ciri khas budaya Melayu. Bahkan pengucapan “keroncong” diubah menjadi “keruncong” oleh masyarakat setempat.
Alat musik dan teknik bermain yang khas Instrumen yang digunakan dalam Keruncong Stambul Fajar memiliki teknik tuning yang berbeda dari standar. Biola, yang disebut Piul, disetel dengan nada E-B-Fis-Gis, berbeda dari tuning biola konvensional. Gitar dan ukulele, yang oleh masyarakat setempat disebut keruncong, juga memiliki tuning khas. Uniknya, ukulele di sini dibuat secara handmade dari batang pohon utuh oleh pengrajin lokal di Desa Suak Gual.
Pada perjalanan serta tantangan dalam kesenian ini di setiap desa di Kecamatan Selat Nasik, seperti Desa Petaling, Desa Selat Nasik, dan Desa Suak Gual, memiliki grup kesenian Keruncong Stambul Fajar. Namun, seiring perkembangan zaman, kesenian ini semakin jarang dipanggil untuk mengisi acara. Tantangan terbesar adalah mencari generasi penerus yang berminat mempelajari kesenian ini. Meski begitu, regenerasi mulai terlihat dengan adanya anggota termuda yang berusia 18 tahun.
Keruncong Stambul Fajar telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud pada tahun 2021 dan memperoleh hak kekayaan intelektual komunal pada tahun 2022. Bahkan, kesenian ini pernah tampil di berbagai daerah, seperti Surabaya, Yogyakarta, hingga di luar negeri seperti Malaysia.
Potensi dalam ekonomi kreatif dan sub-sektor seni pertunjukan Kesenian Keruncong Stambul Fajar tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga berpotensi dikembangkan dalam sektor ekonomi kreatif, khususnya dalam subsektor seni pertunjukan dan musik. Sebagai seni tradisional yang unik dan khas, Keruncong Stambul Fajar dapat menjadi daya tarik wisata budaya, baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Belitung.
Festival budaya, pertunjukan di destinasi wisata, hingga program kolaborasi dengan sektor pariwisata dapat menjadi sarana untuk mengangkat kembali popularitas Keruncong Stambul Fajar. Penggunaan instrumen khas yang dibuat secara handmade juga membuka peluang bagi pengrajin lokal untuk menjual alat musik tradisional ini sebagai bagian dari industri kreatif. Selain itu, dengan adaptasi musik modern, seperti membawakan lagu-lagu kekinian menggunakan instrumen tradisional, kesenian ini dapat menarik perhatian generasi muda dan menjadi lebih relevan di era digital.
Dengan pengemasan yang lebih menarik serta promosi yang tepat, Keruncong Stambul Fajar dapat menjadi salah satu ikon seni pertunjukan khas Belitung yang bernilai ekonomi dan memiliki daya saing dalam industri musik tradisional.
Terdapat harapan besar agar Keruncong Stambul Fajar dijadikan muatan lokal di sekolah-sekolah di Pulau Mendanau. Dengan demikian, generasi muda dapat lebih mengenal dan melestarikan seni budaya ini. Maestro dari Keruncong Stambul Fajar, Kek Mat, yang telah berusia 78 tahun, merupakan sosok penting dalam melestarikan kesenian ini. Beliau menerima penghargaan sebagai maestro dari Kemendikbud pada tahun 2023.
Saat ini, Keruncong Stambul Fajar mencoba membawakan lagu-lagu kekinian dengan tetap menggunakan instrumen khasnya. Inovasi ini diharapkan mampu menarik minat generasi muda untuk tetap menjaga warisan budaya Pulau Mendanau.
Dengan segala keunikannya, Keruncong Stambul Fajar bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan identitas budaya masyarakat Pulau Mendanau yang patut dijaga dan dilestarikan. (Angela Agnestiana)