MENJELAJAH TRADISI NELAYAN BELITUNG : PESONA SIRO PENANGKAP IKAN RAMAH LINGKUNGAN DI DESA TANJUNG RUSA

MENJELAJAH TRADISI NELAYAN BELITUNG : PESONA SIRO PENANGKAP IKAN RAMAH LINGKUNGAN DI DESA TANJUNG RUSA

Pulau Belitung memang dikenal dengan pantai berpasir putih dan batu granit megah, terutama di bagian utara pulau. Namun, di Desa Tanjung Rusa, yang terletak di wilayah pesisir selatan Belitung, pesona yang ditawarkan berbeda namun tak kalah menarik. Pantainya memiliki karakteristik berlumpur, yang justru menjadi habitat ideal bagi berbagai jenis biota laut dan mendukung praktik perikanan tradisional seperti penggunaan Siro atau Sero (guiding barrier).

Siro adalah perangkap ikan tradisional yang dibangun secara permanen oleh masyarakat nelayan, memanjang dari garis pantai menuju ke tengah laut. Bentuknya menyerupai pagar panjang dari kayu atau bambu yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk semacam jalur atau lorong yang menuntun ikan ke satu titik, yaitu kandang atau perangkap utama. Setelah ikan masuk, mereka akan sulit kembali keluar karena struktur jebakan yang dirancang mengandalkan arus laut serta naluri alami ikan. Panjang dan lebar Siro bervariasi tergantung kemampuan dan kemauan pembuatnya. Namun satu hal yang pasti, semakin panjang dan besar struktur Siro, maka semakin besar pula peluang nelayan mendapatkan ikan dalam jumlah banyak. Ini adalah bentuk inovasi tradisional masyarakat pesisir yang masih bertahan hingga kini karena efisien dan ramah lingkungan.

Aktivitas menarik terjadi saat air laut surut, ketika para nelayan mengunjungi Siro mereka untuk melihat apakah ada ikan yang terperangkap. Pemandangan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Para nelayan berjalan ke arah jebakan yang saat itu sebagian besar sudah terlihat karena air laut surut, lalu memeriksa hasil tangkapan. Berbagai jenis ikan laut berhasil terperangkap di dalam Siro, mulai dari ikan kerapu, kakap, hingga baronang. Tak hanya ikan, cumi-cumi, sotong, dan bahkan udang laut juga sering terperangkap di dalamnya. Menariknya, karena proses penangkapannya pasif dan alami, ikan-ikan tersebut masih dalam keadaan hidup dan segar, siap untuk langsung dikonsumsi atau dijual.

Kegiatan menangkap ikan dengan Siro tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga memiliki nilai budaya tinggi. Ini adalah warisan leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat Tanjung Rusa hingga kini. Bagi wisatawan, menyaksikan atau bahkan ikut serta dalam proses pengecekan Siro saat air surut adalah pengalaman wisata budaya dan edukasi yang sangat berharga.

Desa Tanjung Rusa, yang terletak di pesisir selatan Pulau Belitung, merupakan salah satu desa nelayan yang masih mempertahankan tradisi ini. Keindahan alamnya yang tenang, keramahan warganya, serta kekayaan budayanya membuat desa ini cocok dikunjungi oleh mereka yang mencari wisata autentik dan bermakna.

 

 

 

 

Dengan mengunjungi Tanjung Rusa dan mengenal lebih dekat praktik Siro, wisatawan tidak hanya menikmati keindahan pesisir Belitung, tetapi juga mendalami filosofi hidup masyarakat pesisir yang selaras dengan alam. Siro bukan sekadar alat tangkap ikan, tapi juga simbol kearifan lokal yang layak dilestarikan dan dikenalkan kepada dunia. Maka, jika kamu berkunjung ke Belitung, sempatkanlah singgah ke Tanjung Rusa dan saksikan sendiri bagaimana manusia, laut, dan tradisi hidup dalam harmoni.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *