Pengerupukan Tradisi Sakral Menyambut Hari Raya Nyepi

Pengerupukan Tradisi Sakral Menyambut Hari Raya Nyepi

Pengerupukan merupakan tradisi sakral yang tidak hanya memiliki nilai religius, tetapi juga sarat dengan nilai budaya, pendidikan, dan moral. Upacara ini menjadi bukti bahwa masyarakat Bali menjunjung tinggi keseimbangan hidup melalui hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.

Sejarah dan Asal Usul Pengerupukan

Pengerupukan memiliki akar sejarah yang sangat panjang dan erat kaitannya dengan ajaran agama Hindu. Kata ‘pengerupukan’ berasal dari kata ‘kerupuk’ yang berarti mengusir atau menghalau. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada hari Tilem Kesanga, yaitu hari terakhir dalam kalender Saka sebelum Nyepi. Menurut kepercayaan umat Hindu, pada saat itu bhuta kala atau roh jahat berkeliaran dan dapat mengganggu kehidupan manusia. Oleh karena itu, dilakukan lah upacara Pengerupukan sebagai simbol pengusiran energi negatif agar manusia dapat menjalankan Hari Nyepi dengan tenang dan damai.

Prosesi Pengerupukan

Pelaksanaan Pengerupukan terdiri dari beberapa tahapan penting yang penuh dengan makna simbolis. Adapun prosesi yang biasanya dilakukan antara lain:

1.      Mebuu-buungan

Pada tahap ini, umat Hindu menghaturkan sesajen berupa Nasi Tawur, Tetabuhan, dan segehan yang ditujukan kepada Bhuta Kala. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan alam semesta serta memberikan ‘Bekal’ kepada roh-roh agar tidak mengganggu manusia.

2.      Mengusir Bhuta Kala

Setelah sesajen dihaturkan, masyarakat melakukan kegiatan mengusir Bhuta Kala dengan cara membunyikan Kentongan, Kulkul, Gong, Bahkan Menyalakan Obor Dan Api. Suasana ini menjadi simbol pengusiran kekuatan negatif dari lingkungan sekitar.

3.      Pawai Ogoh-Ogoh

Bagian yang paling menarik dan ditunggu-tunggu dalam Pengerupukan adalah Pawai Ogoh-Ogoh. Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang dibuat menyerupai wujud Bhuta Kala dengan wajah menyeramkan. Boneka ini diarak keliling desa dengan iringan gamelan dan sorak masyarakat. Setelah diarak, Ogoh-Ogoh biasanya dibakar sebagai simbol penghancuran sifat buruk dalam diri manusia serta pembersihan alam dari energi negatif.

Makna Simbolis Pengerupukan

Tradisi Pengerupukan bukan sekadar acara meriah, tetapi sarat dengan simbol dan makna mendalam. Beberapa di antaranya adalah:

  • Pengendalian diri : mengingatkan manusia agar mampu mengendalikan sifat-sifat  buruk dalam
  • Pembersihan alam : pembakaran ogoh-ogoh melambangkan pembersihan bumi dari energi
  • Harmoni kehidupan : menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan (Tri Hita Karana).
  • Simbol kemenangan: mengajarkan bahwa kebaikan akan selalu menang melawan

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *